Peran Terapi Akupunktur pada Sindrom Tourette
Sindrom Tourette (ST) merupakan salah satu gangguan tic kronik yang ditandai dengan adanya tic motorik dan tic vokal yang dialami setidaknya selama 12 bulan dengan onset usia dibawah 18 tahun. Tic adalah gerakan motorik atau vokalisasi yang berulang, mendadak, cepat, tanpa tujuan yang melibatkan beberapa kelompok otot.
Prevalensi terjadinya ST bervariasi berdasarkan desain dan lokasi penelitian. Prevalensi internasional 0,6% – 1% pada populasi anak sekolah, dengan kelainan tersebut 3-4 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Meskipun ST dialami pada masa kanak-kanak, biasanya sembuh secara spontan dan mengalami remisi lengkap pada masa setelah pubertas, namun gejala ST dapat juga berlanjut hingga dewasa pada 5-10% kasus, dan bahkan baru mulai timbul gejala pada usia dekade keenam.
Penyebab dari ST belum diketahui secara pasti, namun hingga saat ini ST diduga berkaitan dengan faktor genetik, abnormalitas beberapa neurotransmitter dan jaras pada susunan saraf pusat, dan proses autoimunitas.
Gejala tic pada ST sering menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial seseorang, menyebabkan bullying pada kalangan anak sekolah, ketidakpercayaan diri untuk bersosialisasi bahkan dapat menimbulkan depresi. Gejala tic dapat dicetuskan atau diperberat dengan aadanya stress psikososial yang dialami penderita ST.
Tujuan penatalaksanaan dari ST adalah menekan gejala tic baik motorik maupun vokal. Menurut pedoman terapi yang ada saat ini, penatalaksanaan ST meliputi terapi perilaku sebagai terapi lini pertama, apabila tic masih mengganggu dipertimbangkan pemberian terapi farmakologis sebagai lini kedua, dan tindakan operatif merupakan terapi lini terakhir. Namun, terapi tersebut belum dapat menekan gejala tic sepenuhnya. Selain itu, pemberian terapi farmakologis pada ST dapat menimbulkan efek samping yang cukup berat antara lain, gangguan irama jantung, gangguan saraf, dan gangguan metabolisme tubuh. Adanya efek samping yang berat tersebut menyebabkan penurunan kepatuhan terapi pasien antara 10-40%.
Dari beberapa penelitian, akupunktur terbukti dapat mengurangi beratnya gejala tic yang dialami penderita ST melalui mekanisme:
1. Regulasi sistem dopaminergik di susunan saraf pusat.
– Mengaktivasi reseptor GABAB pada nukleus accumbens. Sehingga dapat menginhibisi nukleus accumbens dalam memproduksi neurotransmitter dopamin pada sistem mesolimbik
– Mempengaruhi transporter dopamin dan reseptor dopamin D2 di striatum yang mengalami abnormalitas pada penderita ST
2. Mengurangi stress psikososial yang dapat mencetuskan atau memperberat gejala tic.
– Menstimulasi saraf sensorik yang dapat mempengaruhi pengeluaran opioid endogen, β-endorfin
– Memodulasi sistem saraf otonom, sistem hormon dan neurotransmitter yang dapat mempengaruhi mood dan menimbulkan efek relaksasi
3. Memodulasi sistem imun.
– Meningkatkan jumlah sel T Regulator
– Meningkatkan proliferasi sel limfosit dan produksi sitokin anti-inflamasi IL-10
4. Memberikan efek neuroprotektif, anti apoptosis neuron dan membantu proses neuroplastisitas melalui upregulasi ekspresi beberapa zat neurotropin Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF), Glial Derived Neurotropic Factor (GDNF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).