Peran Akupunktur pada Cerebral Palsy
Cerebral palsy (CP) adalah kumpulan gangguan motorik yang mempengaruhi gerakan, postur dan keseimbangan seseorang.1 CP merupakan salah satu kondisi yang paling banyak menyebabkan disabilitas pada anak, terjadi pada 2 hingga 3 per 1.000 bayi lahir.1 Gangguan motorik ini bersifat permanen dan non-progresif yang disebabkan oleh adanya kelainan, lesi atau cedera pada otak yang sedang berkembang.2 Meskipun kondisi ini bersifat permanen namun derajat gejala dapat berubah seiring waktu.3 Derajat serta jenis gangguan motorik dan kemampuan fungsional bervariasi tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Gangguan motorik CP umumnya disertai dengan gangguan penglihatan, pendengaran, kognitif, kemampuan komunikasi dan tumbuh kembang, sulit tidur, epilepsi serta gangguan muskuloskeletal.3 CP dan komorbiditas terkaitnya dapat menimbulkan beban ekonomi yang signifikan pada keluarga, sistem perawatan kesehatan, dan ekonomi secara umum. Beban medis pada anak dengan CP 10–26 kali lebih tinggi dibandingkan anak sehat. Oleh karena komorbiditas dan beban ekonomi yang tinggi diperlukan strategi efektif untuk mencegah CP, mengurangi keparahan gejala, dan mengoptimalisasi fungsi sehari-hari.4
Etiologi yang mendasari CP umumnya kompleks dan multifaktorial yang terjadi di masa kehamilan, persalinan, atau dalam 3 hingga 5 tahun pertama kehidupan.2,5 Selama lebih dari 100 tahun dipercaya bahwa sebagian besar kasus CP berhubungan dengan kondisi hipoksia pada otak bayi selama proses persalinan. Meskipun telah ada usaha intensifikasi tatalaksana medis di bidang obstetrik dan perawatan perinatal, insidensi CP tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa kondisi patologis selama kehamilan menjadi faktor risiko terbesar pada kasus CP yang terjadi pada 75% total kasus, sedangkan faktor risiko di masa persalinan dan pasca persalinan menyumbang 10% hingga 18% kasus CP.2,3
Salah satu faktor risiko utama kejadian CP adalah kelahiran prematur. Tingkat keparahan dan angka kejadian gangguan perkembangan saraf berkorelasi dengan usia kehamilan, yang mana semakin singkat usia kehamilan, gangguan yang terjadi akan semakin berat.2 Bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu sangat berisiko mengalami CP.3 Kelahiran prematur dapat menyebabkan komplikasi CP akibat adanya perdarahan maupun sumbatan pada ventrikel otak. Selain itu, berat badan lahir rendah kurang dari 1500 gram juga merupakan salah satu risiko.3 Faktor risiko lainnya yang berhubungan dengan CP adalah kehamilan ganda, infeksi perinatal (terutama chorioamnionitis), perkembangan janin terhambat, preeklamsia, kelainan pada plasenta, asidosis dan asfiksia, aspirasi mekonium, kelainan genetik, ibu yang menggunakan NAPZA serta penyebab lainnya yang dapat mencederai otak.2,3 Penyakit berat pada neonatus, meningitis, ensefalitis, kecelakaan, henti napas dan henti jantung juga dapat menjadi penyebab CP.5
Diagnosis CP ditegakkan secara klinis dari hasil identifikasi gejala dan tanda.3 Selanjutnya diagnosis diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan gambaran kelainan motoriknya yaitu (1) spastik (peningkatan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot); (2) diskinesia (gerakan tidak terkendali); (3) ataksia (koordinasi dan keseimbangan buruk), dan (4) campuran atau lainnya. Sekitar 80% kasus CP adalah tipe spastik.6 Lebih lanjut, spastisitas pada CP diklasifikasikan sesuai dengan ekstremitas yang terdampak diantaranya diplegia, hemiplegia atau quadriplegia. Diagnosis CP umumnya ditegakkan ketika anak berusia 12 hingga 24 bulan ketika tanda klinis seperti gangguan gerak, postur dan keseimbangan muncul, dan bukti tersebut mengarah pada gangguan yang bersifat non-progresif dan permanen. Saat ini ultrasonografi perinatal dan MRI pada bayi dapat mengidentifikasi adanya kerusakan otak sehingga diagnosis dapat ditegakkan paling dini pada bulan keenam kehidupan.1
Setelah penegakkan diagnosis, dapat dilakukan evaluasi tingkat keparahan gejala motorik pada CP dengan menggunakan instrumen penilaian. Salah satu instrumen yang paling umum dan mudah digunakan adalah the Gross Motor Function Classification System (GMFCS) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kemandirian anak saat melakukan fungsi motorik dasar, postur dan keseimbangan seperti saat berjalan atau bergerak dengan bantuan peralatan tambahan. Evaluasi dengan skala ini memungkinkan anak diklasifikasikan ke dalam tingkat performa aktivitas fisik I (terdapat beberapa keterbatasan) hingga tingkat V (keterbatasan yang berat). Skala GMFCS dimodifikasi sesuai dengan usia anak. Hasil dan manfaat terapi bagi anak dengan CP dapat dievaluasi melalui adanya perbaikan tingkat GMFCS.1,2
Tatalaksana CP bervariasi tergantung dari gejala spesifik setiap individu yang bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan mengurangi beban disabilitas.1 Oleh karena itu, untuk dapat memaksimalkan cakupan aspek perawatan dan pemenuhan kebutuhan setiap individu, tatalaksana harus melibatkan tim multidisiplin. Pasien, keluarga, dan tim harus menetapkan tujuan fungsional yang realistis dan perlu dievaluasi secara berkala.3 Hingga saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk CP, sehingga untuk memperbaiki gejala yang dialami oleh pasien CP terdapat beberapa bentuk pilihan terapi yang berpotensi dalam meningkatkan kemampuan fungsional dalam aktivitas sehari- hari (ADL) diantaranya terapi fisik, okupasi, bicara dan bahasa. Tersedia pula pilihan terapi oral dan intramuskular, penggunaan orthosis dan cast serta intervensi pembedahan (bedah ortopedi dan selective posterior rhizotomy) untuk mengurangi gejala spastisitas pada CP.
Terapi akupunktur merupakan salah satu program perawatan medis terpadu yang telah diusulkan sebagai strategi untuk mengatasi disabilitas terkait CP. Akupunktur terbukti sebagai pilihan terapi yang aman dan telah menunjukkan manfaatnya dalam memperbaiki aktivitas motorik, fungsi sensorik, kemampuan bicara, dan fungsi neurologis lainnya pada anak dengan CP.5 Sebuah tinjauan sistematis dari 21 uji klinis acak terkendali pada 1718 partisipan menunjukkan bahwa kombinasi terapi akupunktur dan program rehabilitasi menghasilkan perbaikan pada fungsi motorik kasar dengan tingkat efektivitas yang tinggi, fungsi motorik halus, skor modified Ashworth scale (MAS) dan kemampuan aktivitas fisik sehari-hari pada anak dengan CP.5 Pada tinjauan sistematis oleh Liao dkk. tiga studi melaporkan adanya perbaikan skor MAS yang merupakan skala penilaian tonus otot pada spastisitas dan tinjauan tersebut menunjukkan bahwa akupunktur efektif dalam mengurangi spastisitas pada CP.7
Dalam mengurangi spastisitas pada CP, akupunktur berperan dalam mengurangi rasa nyeri melalui mekanisme pemutusan siklus nyeri-spasme-nyeri dan merelaksasi otot yang spasme sehingga nyeri dapat terkendali. Stimulasi pada titik akupunktur akan merangsang sistem saraf pusat untuk melepaskan peptida opioid sehingga terjadi peningkatan ambang reseptor nyeri. Akupunktur dapat mengurangi spasme otot dan mengurangi ketegangan otot melalui inhibisi sel-sel inflamasi akibat cedera otak, meningkatkan kadar GABA dan menurunkan ekspresi neurotransmiter eksitatorik dan reseptornya. Selain perannya dalam mengurangi nyeri, terapi akupunktur juga berperan dalam meregulasi aktivitas saraf motorik spinal dengan mengurangi hipereksitabilitas neuron motorik γ dan α serta meningkatkan inhibisi interneuron.8
Selain akupunktur manual dengan jarum, terdapat pilihan modalitas akupunktur lain yang dapat diaplikasikan pada populasi anak yaitu akupunktur laser. Akupunktur laser yang dilakukan dua sesi per minggu selama tiga bulan bersama dengan rehabilitasi fisik pada anak dengan CP spastik hemiplegik (1-4 tahun) menunjukkan adanya penurunan tonus otot fleksor pergelangan tangan dan pergelangan kaki yang signifikan dibanding kontrol.9 Akupunktur laser memiliki efek fotobiomodulasi yang dapat mempengaruhi sistem saraf otonom dengan menghambat serabut saraf simpatik dan meningkatkan aktivitas parasimpatik, merangsang pelepasan vasodilator sehingga memperbaiki sirkulasi darah, serta mengurangi tonus otot melalui neurotransmiter yang dihasilkan di sumsum tulang belakang dan otak.10
Melalui penelitian-penelitian yang telah ada, akupunktur telah terbukti sebagai salah satu pilihan terapi yang aman dan berpotensi dalam mengurangi spastisitas, memperbaiki fungsi motorik dan kemampuan aktivitas fisik sehari-hari pada anak dengan CP.
Daftar Pustaka
- Vitrikas K, Dalton H, Breish D. Cerebral Palsy: An Overview. Am Fam Physician. 2020 Feb 15;101(4):213–20.
- Sadowska M, Sarecka-Hujar B, Kopyta I. Cerebral Palsy: Current Opinions on Definition, Epidemiology, Risk Factors, Classification and Treatment Options. Neuropsychiatr Dis Treat. 2020 Jun 12;16:1505–18.
- Hallman-Cooper JL, Rocha Cabrero F. Cerebral Palsy. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 [cited 2024 Aug 2]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538147/
- Tonmukayakul U, Shih STF, Bourke-Taylor H, Imms C, Reddihough D, Cox L, et al. Systematic review of the economic impact of cerebral palsy. Res Dev Disabil. 2018 Sep;80:93–101.
- Li LX, Zhang MM, Zhang Y, He J. Acupuncture for cerebral palsy: a meta-analysis of randomized controlled trials. Neural Regen Res. 2018 Jun;13(6):1107–17.
- CDC. About Cerebral Palsy [Internet]. Cerebral Palsy (CP). 2024 [cited 2024 Aug 3]. Available from: https://www.cdc.gov/cerebral-palsy/about/index.html
- Liao C, Zhou J B. Meta-analysis on acupuncture in treatment of cerebral palsy. Chin Gen Pract. 2011;14:1229–31.
- Zhu Y, Yang Y, Li J. Does acupuncture help patients with spasticity? A narrative review. Ann Phys Rehabil Med. 2019 Jul 1;62(4):297–301.
- Dabbous OA, Mostafa YM, El Noamany HA, El Shennawy SA, El Bagoury MA. Laser acupuncture as an adjunctive therapy for spastic cerebral palsy in children. Lasers Med Sci. 2016 Aug 1;31(6):1061–7.
- Putri DE, Srilestari A, Abdurrohim K, Mangunatmadja I, Wahyuni LK. The Effect of Laser Acupuncture on Spasticity in Children with Spastic Cerebral Palsy. J Acupunct Meridian Stud. 2020 Oct;13(5):152–6.