Peran Akupunktur pada Gangguan Tic pada Anak
Kata “tic” berasal dari kata “tique” dalam bahasa Prancis, yang berarti kontraksi otot yang tiba-tiba, tanpa tujuan, cepat, dan kaku. Tic dibagi menjadi tic motorik dan tic vokal. Tic motorik adalah kontraksi cepat pada jari, wajah, leher, bahu, batang tubuh, dan tungkai. Tic vokal adalah kontraksi orofaring, tenggorokan, dan otot-otot pernapasan, dan suara dihasilkan melalui aliran udara di hidung, mulut, dan tenggorokan.1
Gangguan tic adalah sekelompok penyakit neuropsikiatri yang sering dimulai pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Gangguan tic diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu gangguan tic transien, gangguan tic motor atau vokal kronik, dan sindrom Tourette. Gangguan tic transien melibatkan tic motorik dan/atau vokal tunggal atau multipel yang telah ada selama kurang dari 1 tahun. Gangguan tic motorik/vokal kronik melibatkan tic motorik atau vokal, tetapi tidak keduanya, yang menetap selama lebih dari 1 tahun. Sindrom Tourette melibatkan tic motorik dan vokal yang telah ada setidaknya selama 1 tahun, meskipun tidak harus bersamaan. Masing-masing onset terjadinya sebelum usia 18 tahun. Sindrom Tourette adalah bentuk gangguan tic yang paling parah.1–3
Gangguan tic lebih sering terjadi pada anak usia 5-10 tahun, dengan frekuensi 2-4 kali lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.4–6 Etiologi dan patogenesis gangguan tic tidak sepenuhnya dipahami. Namun, pengamatan klinis dan penelitian dasar selama puluhan tahun telah menunjukkan bahwa gangguan tic adalah spektrum gangguan perkembangan saraf. Patogenesis gangguan tic dapat disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, imunologis, psikologis, dan lingkungan. Hubungan antara patofisiologi dan gejala klinis mungkin terletak pada disinhibisi sirkuit kortikal-striatum-thalamus-kortikal. Ketidakseimbangan sinyal penghambatan-rangsangan di sirkuit ini dianggap sebagai mekanisme molekuler untuk menghasilkan tic dan gejala terkait.1,3,7,8
Di antara faktor-faktor yang diusulkan sebagai patogenesis tic, ketidakseimbangan neurotransmitter dilaporkan sebagai mekanisme penting terjadinya gangguan tic, terutama peningkatan sekresi dopamin dan/atau hipersensitivitas reseptor dopamin. Pada saat yang sama, terdapat disfungsi kekebalan tubuh, terutama infeksi Streptococcus group A dan infeksi Mycoplasma pneumoniae, yang semakin banyak dilaporkan berkorelasi dengan terjadinya dan berkembangnya gangguan tic. Faktor stres emosional juga merupakan faktor patogen yang semakin penting dan menjadi penyebab yang memberatkan. Dengan bertambahnya usia, tekanan akademis dan tekanan keluarga semakin meningkat, yang menyebabkan peningkatan kejadian gangguan tic pada anak usia sekolah. Selain itu, ketidakpahaman orang tua dan guru dapat memperparah gejala tic.1,9–11
Gangguan tic ditandai oleh gerakan motorik yang tiba-tiba, cepat, berulang, dan tidak berirama atau vokalisasi. Gerakan tersebut termasuk beberapa bentuk sederhana, seperti mengedipkan mata, meringis, dan berdehem; dan beberapa bentuk yang kompleks, seperti memutar tubuh, echopraxia (pengulangan atau peniruan yang tidak disengaja terhadap tindakan orang lain), echolalia (mengulangi kata-kata atau frasa orang lain) atau palilalia (pengulangan kata atau frasa terakhir yang diucapkan oleh diri sendiri). Copropraxia, gerakan cabul yang tidak disengaja, dan coprolalia, umpatan yang tidak pantas dan di luar konteks, masing-masing merupakan bentuk kompleks dari tic motorik dan vokal.1,6,12 Gangguan tic biasanya dikaitkan dengan gejala perilaku emosional termasuk mudah tersinggung, penakut, pemarah, perilaku yang merugikan diri sendiri. Anak-anak dengan gangguan tic mungkin memiliki kondisi psikologis komorbiditas seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), obsessive-compulsive disorder (OCD), kesulitan belajar, gangguan tidur, gangguan emosional, perilaku melukai diri sendiri, gangguan perilaku, dan episode kemarahan.1,6,13–15 Tingkat keparahan tic meningkat hingga mencapai puncaknya pada usia sekitar 10-12 tahun, dan kemudian secara bertahap berkurang, beberapa di antaranya remisi pada masa remaja akhir dan dewasa muda, namun beberapa anak terus memiliki gejala yang tidak berubah atau memburuk ketika mereka berkembang menjadi dewasa.1,5,6
Diagnosis gangguan tic ditegakkan melalui penilaian klinis terhadap riwayat medis pasien, dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-5 (DSM-5) dimana tic harus dimulai sebelum usia 18 tahun, dengan kriteria masing-masing untuk gangguan tic transien, gangguan tic kronis, dan Sindrom Toruette. Beberapa skala penilaian tersedia untuk menilai gejala pasien tic pada semua kelompok usia, tetapi Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS) adalah alat yang paling umum digunakan.16
Saat ini, terapi perilaku merupakan terapi utama untuk anak-anak yang didiagnosis dengan gangguan tic ringan. Anak-anak dengan gangguan tic yang sedang hingga berat menerima kombinasi obat-obatan dan terapi perilaku, dengan penekanan yang sama pada kedua elemen pengobatan. Penghambat reseptor dopamin dan agonis reseptor α, seperti thiopiride, sulpiride, aripiprazole, dan clonidine, telah terbukti memiliki efek penekan tic yang kecil. Efek samping dari obat-obatan penekan tic termasuk mengantuk, gejala gerakan ekstrapiramidal, dan peningkatan kemungkinan kambuh. Terdapat kebutuhan akan pilihan pengobatan yang lebih aman dan efektif untuk gangguan tic dikarenakan terapi farmakologis sering kali memiliki efek negatif yang cukup besar terutama untuk anak-anak dan masih dibutuhkan upaya untuk membuat terapi perilaku lebih tersedia dan hemat biaya.4,5
Akupunktur, salah satu modalitas terapi dalam tatalaksana tic, telah menunjukkan efikasi klinis, efek samping yang minimal, dan kemudahan dalam pemberiannya.5 Modalitas utama untuk mengobati gangguan tic adalah akupunktur manual, elektroakupunktur, akupunktur kulit kepala, dan akupunktur telinga. Efikasi akupunktur sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain seperti tiapride hidroklorida dan haloperidol telah terbukti baik. Keamanan akupunktur juga patut dipuji, dan uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi akupunktur dan obat-obatan dapat mengurangi kejadian dan keparahan efek samping obat yang merugikan. Menurut penelitian yang ada, akupunktur dapat meningkatkan perkembangan dan perbaikan sistem saraf, mengatur sekresi neurotransmitter, dan mengurangi terjadinya ketidaknyamanan lokal, yang mungkin merupakan mekanisme utama pengobatan akupunktur untuk gangguan tic.16
Beberapa studi menunjukkan bahwa akupunktur dapat meringankan gangguan tic dengan mengatur kadar neurotransmiter seperti dopamin, norepinefrin, 5-hidroksitriptamin, dan asam γ-aminobutirat. Dalam beberapa tahun terakhir, munculnya gejala tic yang disebabkan oleh dorongan premonitori yang mengacu pada jenis ketidaknyamanan tertentu yang terjadi dan terakumulasi sebelum timbulnya gejala tic hingga gejala tic muncul. Gejala tic dianggap dapat meredakan ketidaknyamanan, yang berarti bahwa dorongan premonitori mungkin merupakan kunci dari tic pada pasien gangguan tic. Akupunktur merupakan metode pengobatan yang baik untuk meredakan ketidaknyamanan lokal. Hal ini dapat mengurangi atau mencegah terjadinya tic dengan menghilangkan ketidaknyamanan yang terakumulasi secara bertahap.9,16,17
Dari studi tinjauan sistematik dan meta-analisis yang telah dilakukan oleh Lu et al, untuk tatalaksana tic pada anak umumnya digunakan titik antara lain LR3, GV20, GV24, LI4, GB20, EX-HN1, HT7. Studi ini menjelaskan efikasi akupunktur dalam tatalaksana tic pada anak yang ditunjukkan dalam peningkatan skor Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS), mengurangi insiden efek samping kejadian yang merugikan, dan tingkat kekambuhan yang lebih rendah. Terapi akupunktur secara klinis lebih unggul daripada terapi farmakologi saja dalam hal tingkat efektivitas secara keseluruhan. Elektroakupunktur menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam skor YGTSS dibandingkan dengan terapi farmakologi. Selain itu, akupunktur lebih baik daripada pengobatan farmasi dalam mengurangi efek samping kejadian buruk dan tingkat kekambuhan setelah masa tindak lanjut.5
Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Pu et al juga menunjukkan hasil yang sama yaitu akupunktur memiliki insiden efek samping kejadian merugikan yang lebih rendah, meningkatkan keamanan pengobatan klinis, dan meningkatkan kepatuhan pasien secara klinis dibandingkan dengan terapi farmakologi seperti haloperidol, thiopiride, dan risperidone.18
Dengan melihat berbagai hasil studi di atas, akupunktur telah menunjukkan efek terapeutik yang signifikan dalam mengurangi gejala dan tingkat kekambuhan pada gangguan tic dengan efek samping yang sangat minimal. Oleh karena itu, akupunktur dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada gangguan tic.
Referensi
- Liu ZS, Cui YH, Sun D, Lu Q, Jiang YW, Jiang L, et al. Current Status, Diagnosis, and Treatment Recommendation for Tic Disorders in China. Front Psychiatry. 2020 Aug 13;11.
- American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM- 5). 5th ed. American Psychiatric Association; 2013.
- Jiang J, Chen M, Huang H, Chen Y. The Aetiology of Tourette Syndrome and Chronic Tic Disorder in Children and Adolescents: A Comprehensive Systematic Review of Case-Control Studies. Brain Sci. 2022 Sep 6;12(9):1202.
- Woods DW, Himle MB, Stiede JT, Pitts BX. Behavioral Interventions for Children and Adults with Tic Disorder. Annu Rev Clin Psychol. 2023 May 9;19(1):233–60.
- Lu C, Wu L qun, Hao H, Kimberly Leow X, Xu F wei, Li P pan, et al. Clinical efficacy and safety of acupuncture treatment of TIC disorder in children: A systematic review and meta- analysis of 22 randomized controlled trials. Complement Ther Med. 2021 Jun;59:102734.
- Szejko N, Robinson S, Hartmann A, Ganos C, Debes NM, Skov L, et al. European clinical guidelines for Tourette syndrome and other tic disorders-version 2.0. Part I: assessment. Eur Child Adolesc Psychiatry. 2022 Mar;31(3):383–402.
- Tagwerker Gloor F, Walitza S. Tic Disorders and Tourette Syndrome: Current Concepts of Etiology and Treatment in Children and Adolescents. Neuropediatrics. 2016 Feb 1;47(02):084– 96.
- Chang Y, Zhang Y, Bai Y, Lin R, Qi Y, Li M. The correlation between tic disorders and allergic conditions in children: A systematic review and meta-analysis of observational studies. Front Pediatr. 2023;11:1064001.
- Cohen SC, Leckman JF, Bloch MH. Clinical assessment of Tourette syndrome and tic disorders. Neurosci Biobehav Rev. 2013 Jul;37(6):997–1007.
- Müller N, Riedel M, Blendinger C, Oberle K, Jacobs E, Abele-Horn M. Mycoplasma pneumoniae infection and Tourette’s syndrome. Psychiatry Res. 2004 Dec;129(2):119–25.
- Hsu CJ, Wong LC, Lee WT. Immunological Dysfunction in Tourette Syndrome and Related Disorders. Int J Mol Sci. 2021 Jan 16;22(2):853.
- Deeb W, Malaty IA, Mathews CA. Tourette disorder and other tic disorders. In 2019. p. 123–53.
- Kurlan R. Handbook of Tourette’s Syndrome and Related Tic and Behavioral Disorders. 2nd ed.
Maecel Dekker; 2005. - Jones KS, Saylam E, Ramphul K. Tourette Syndrome and Other Tic Disorders [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 [cited 2024 Apr 1]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499958/ - Kurlan R. Tourette’s Syndrome. New England Journal of Medicine. 2010 Dec 9;363(24):2332–
8. - Geng J, Xu J, Wang X, Liu Y, Cui Y, Li X. Acupuncture: a new method to treat tic disorders in
children. Traditional Medicine Research. 2022;7(2):16. - Kyriazi M, Kalyva E, Vargiami E, Krikonis K, Zafeiriou D. Premonitory Urges and Their Link
With Tic Severity in Children and Adolescents With Tic Disorders. Front Psychiatry. 2019 Aug
14;10. - Pu T, Liu Y, Wang J, Zhang J, Zhang J, Ran Z, et al. Acupuncture and other traditional Chinese
medicine therapies in the treatment of children’s tic syndrome: A network meta-analysis. Front Neurosci. 2023 Apr 17;17.