Peran Akupunktur Pada Retensi Urine Pasca-Persalinan
Retensi urine pasca-persalinan (RUPP) sering terjadi pada perempuan setelah melahirkan. Insidensi dari kejadian ini bervariasi dari 1.7 – 17.9%, variasi yang berbeda ini dikarenakan definisi yang berbeda dari RUPP dan metode yang digunakan untuk mengukurnya. Di Indonesia sendiri angka kejadian RUPP sekitar 14.8%1, dimana kejadian RUPP per vaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan pasien sectio caesarean.2 Sebuah penelitian yang dilakukan di RSCM pada tahun 2009 oleh Yustini, dkk menyebutkan bahwa angka kejadian RUPP sebanyak 9-14%.3 Tingginya angka RUPP ini dapat meningkatkan kejadian perdarahan pasca-persalinan, infeksi saluran kemih, kelelahan mental pada masa nifas dan mengakibatkan keterlambatan pengeluaran air susu ibu (ASI).4,5
RUPP ada yang simptomatik dan asimptomatik. Menurut Sudhakaran, RUPP simptomatik didefiniskan sebagai tidak adanya proses berkemih spontan atau tidak dapat berkemih sejak 6 jam pasca-persalinan per vaginam atau 6 jam setelah pelepasan kateter pasca operasi caesarean. RUPP asimptomatik didefinisikan sebagai volume residu urine / post-void residual volume (PVRV) > 150 ml setelah buang air kecil spontan pertama yang diukur dengan ultrasound atau kateter.
Gejala dari RUPP adalah :
• Hesitansi
• Kesulitan mengeluarkan urine
• Pancaran lemah atau intermitten
• Mengedan saat berkemih
• Merasa tidak lampias setelah berkemih
• Nyeri pada saat kandung kemih di tekan dan ukuran kandung kemih membesar.6
Kateterisasi kandung kemih yang menjadi salah satu penatalaksanaan untuk RUPP pun berhubungan erat dengan risiko terjadinya morbiditas dan komplikasi, dimana 17.5% infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang didapat dari Rumah Sakit dan 80% dari infeksi ini disebabkan oleh pemasangan kateter uretra.7 Sehingga diperlukan terapi suportif yang lebih aman dan efektif, salah satunya yaitu akupunktur.
Mekanisme akupunktur untuk RUPP sama dengan neuromodulasi sakralis / Sacralis Neuromodulation (SNM). Pada tahap lokal, rangsangan titik akupunktur akan mengakibatkan kontraksi otot panggul, dan mengendurkan dinding kandung kemih.8 Pada tahap segmental, stimulasi titik akupunktur merangsang serabut saraf A delta yang dihantarkan ke sel tingkat segmental sehingga mengaktivasi saraf parasimpatis sakralis di medulla spinalis. Saraf parasimpatis ini melepaskan neurotransmitter asetilkolin yang memberikan efek eksitatorik pada otot polos melalui ikatan reseptor muskarinik. Pada tahap sentral, stimulasi akupunktur akan mempengaruhi jalur supraspinal dari pusat berkemih di pons yang mempengaruhi jalur refleks berkemih. Stimulasi akupunktur dapat memodulasi sinyal dari saraf somatik dan aferen yang mengontrol jalur refleks berkemih. Secara simultan detrusor, sfingter, dan uretra ikut dipengaruhi. Pada retensi urine SNM menekan refleks inhibisi (guarding reflex) untuk menurunkan tonus sfingter uretra dan kemungkinkan untuk berkemih.9
Sebuah penelitian di Israel di tahun 2018 oleh Lauterbach, dkk terhadap 55 orang perempuan pasca persalinan yang mengalami retensi urine dibagi menjadi 2 kelompok, dimana 25 orang menjalani akupunktur dan 30 orang mendapatkan terapi kateter saja. Terapi akupunktur dilakukan terhadap pasien setelah 4 jam pasien tersebut tidak dapat berkemih spontan dan telah diberikan kateterisasi selama 24 jam sebelumnya, baik dalam persalinan normal maupun secara section caesarean. Hasilnya dari 25 orang yang mendapatkan terapi akupunktur, 23 orang diantaranya (92%) mengalami miksi spontan setelah 1 jam pasca penusukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akupunktur merupakan terapi alternatif yang baik dalam penatalaksanaan RUPP.10
Daftar Pustaka :
1. Anugerah I, Iswari WA, Pardede TU, Darus F, Puspitasari B, Santana S D. Tatalaksana Retensio Urin Pasca-Persalinan. CDK. 2017;531–6.
2. Nirmalawati AG, Setyaningsih MM F. Asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah resiko retensio urine di RS Panti Waluya Malang [Internet]. STIKes Panti Waluya Malang; 2019. Available from: http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/256/4/STIKesPW_Agnes Devi Nirmalawati_manuskrip.pdf
3. Pertrana NH, Emilia O PH. Perbandingan kejadian retensi urin antara persalinan dengan vakum ekstraksi dan persalinan normal. J Kesehat reproduksi. 2016;3(3):188– 93.
4. Wang XM, Gong J, Li SC HM. Acupuncture compared with intramuscular injection of neostigmine for postpartum urinary retention : a systematic review and metaanalysis of randomized controlled trials. Evidence-based Complement Altern Med. 2018;1–8.
5. Wang H ZY. Clinical study on postpartum urinary retention with compound chinese medicine. J Surg. 2018;5(1):1–2.
6. Suskhan D. Manajemen retensio urin pasca persalinan pervaginam. eJKI. 2020;8(1):71–7.
7. Sudhakaran P. Urinary retention in pregnancy and puerperium : acupuncture treatment. Med Acupunct. 2019;31(5):1–5.
8. Blok BF. Sacral neuromodulation for the treatment of urinary bladder dysfunction : mechanism of action and future directions [Internet]. Future medicine. 2017 [cited 2021 May 27]. Available from: https://www.futuremedicine.com/doi/full/10.2217/bem-2017-0003
9. Alemi G D V. Sacral neuromodulation therapy of the lower urinary tract : a review of the literature and unanswered questions. open J Obstet Gynecol. 2013;3:1–6. 10. Lauterbach R, Sokolovski CF, Rozenberg J WA. Acupuncture for the treatment of post-partum urinary retention. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2018;223:35–8.